Photobucket

Kamis, 22 Oktober 2009

Kisah Teladan Rosul


Usia Abd’l-Muttalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun atau lebih tatkala Abrahah mencoba menyerang Mekah dan menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan. Pilihan Abd’l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra, – pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat.
Pada hari perkawinan Abdullah dengan Aminah itu, Abd’l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan dia. Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd’l-Muttalib.
Beberapa saat setelah perkawinan, Abdullahpun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam keadaan hamil. Dalam perjalanannya itu Abdullah tinggal selama beberapa bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali lagi. Kemudian ia singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih dulu meninggalkan dia.
Abd’l-Muttalibmengutus Harith – anaknya yang sulung – ke Medinah, supaya membawa kembali bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah. Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abd’l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya.Peninggalan Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman – yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Boleh jadi peninggalan serupa itu bukan berarti suatu tanda kekayaan; tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan.
Aminah melahirkan beberapa bulan kemudian. Selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abd’l Muttalib di Ka’bah, bahwa ia melahirkan seorang anak laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira sekali hatinya karena ternyata pengganti anaknya sudah ada. Cepat-cepat ia menemui menantunya itu, diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka’bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal.
Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah pada tanggal duabelas Rabiul Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain. Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd’l-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi,” jawab Abd’l Muttalib.

Masa Kecil Nabi SAW

Sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab di Mekah bahwa anak yang baru lahir disusukan kepadakepada salah seorang Keluarga Sa’d. Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya, Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara susuan. Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan.
Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa’d yang akan menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang akan mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari anak-anak yatim, karena mereka mengharapkan upah yang lebih. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di antara mereka itu tak ada yang mau mendatangi Muhammad. Salah seorang dari mereka, Halimah bint Abi-Dhua’ib, ternyata tidak mendapat bayi lain sebagai gantinya. Setelah mereka akan meninggalkan Mekah, Halimah memutuskan untuk mengambil Muhammad. Dia bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya. Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh Syaima’, puterinya. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan badannya.
Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya serangan wabah Mekah. Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara, menikmati udara pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.
Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni, bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapanya: “Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil di balik-balikan.” Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai diri dan suaminya ia berkata: “Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami tanyakan: “Kenapa kau, nak?” Dia menjawab: “Aku didatangi oleh dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu aku apa yang mereka cari.”
Keluarga itu kemudian ketakutan, kalau-kalau terjadi sesuatu pada anak itu. Sesudah itu, dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah kenabiannya. Dalam riwayat yang diceritakan Ibn Ishaq, dikatakan bahwa sebab dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua malaikat itu, melainkan ada beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata: “Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami. Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui keadaannya.” Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari mereka dengan membawa anak itu.
Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu. Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor kambing. Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta’if dikepung, kemudian dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya. Ia dihormati dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan wanita itu.
Kemudian Abd’l-Muttalib yang bertindak mengasuh cucunya itu. Ia memeliharanya sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih-sayangnya kepada cucu ini. Biasanya buat orang tua itu – pemimpin seluruh Quraisy dan pemimpin Mekah – diletakkannya hamparan tempat dia duduk di bawah naungan Ka’bah, dan anak-anaknya lalu duduk pula sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada orang tua. Tetapi apabila Muhammad yang datang maka didudukkannya ia di sampingnya diatas hamparan itu sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Melihat betapa besarnya rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya di belakang dari tempat mereka duduk itu.

Kematian Ibunda

Ketika Nabi berusia 6 tahun, Aminah membawanya ke Medinah untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar. Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Medinah kepada anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali ia merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya pernah menceritakan dengan panjang lebar tentang ayah tercinta itu, yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu.
Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Medinah, Aminah bersama rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Tetapi di tengah perjalanan, ketika mereka sampai di Abwa’,2 ibunda Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan pula di tempat itu. Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia makin merasa kehilangan; sudah ditakdirkan menjadi anak yatim. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi, makin sedih. Baru beberapa hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka kehilangan Ayahanda semasa ia masih dalam kandungan. Kini ia melihat sendiri dihadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini dibiarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatim-piatu. Lebih-lebih lagi kecintaan Abd’l-Muttalib kepadanya. Tetapi sungguhpun begitu, kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu itu bekasnya masih mendalam sekali dalam jiwanya sehingga di dalam Qur’anpun disebutkan, ketika Allah mengingatkan Nabi akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu: “Bukankah engkau dalam keadaan yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan melindungimu? Dan menemukan kau kehilangan pedoman, lalu ditunjukkanNya jalan itu?” (Qur’an, 93: 6-7)
Nabi kemudian di bawah asuhan kakeknya, Abd’l-Muttalib. Tetapi orang tua itu juga meninggal tak lama kemudian, dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia, sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.

Bersama Abu Talib

Kemudian pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau Abd’l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib. Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti Abd’l-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang lebih menarik hati pamannya.

Perjalanan Pertama Ke Syam

Ketika usia Nabi baru duabelas tahun, ia turut dalam rombongan kafilah dagang bersama Abu Talib ke negeri Syam. Diceritakan, bahwa dalam perjalanan inilah ia bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa rahib itu telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadap dia.
Dalam perjalanan itulah, Nabiyullah mendapat pengalaman dan wawasan yang berguna. Beliau dapat melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya daerah-daerah Madyan, Wadit’l-Qura serta peninggalan bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dsegala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau. Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan membuat ia lupa akan kebun-kebun di Ta’if serta segala cerita orang tentang itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di sekeliling Mekah itu. Di Syam Muhammad mengetahui berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya, didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya menghadapi perang dengan Persia. Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan otak, tinjauan yang begitu dalam, ingatan yang cukup kuat, serta segala sifat-sifat semacam itu yang diberikan Allah kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?

Masa Remaja Nabi SAW

Muhammad yang tinggal dengan pamannya, menerima apa adanya. Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dengan ‘Ukaz, Majanna dan Dhu’l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu’allaqat, yang melukiskan lagu cinta dan puisi-puisi kebanggaan, melukiskan nenek moyang mereka, peperangan mereka, kemurahan hati dan jasa-jasa mereka. Didengarnya ahli-ahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada paganisma yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi tidak sepenuhnya ia merasa lega.
Dengan demikian sejak muda-belia takdir telah mengantarkannya ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah, saat mula pertama datangnya wahyu, tatkala Tuhan memerintahkan ia menyampaikan risalahNya itu. Yakni risalah kebenaran dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair, ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato dengan keluarganya dulu di pekan sekitar Mekah selama bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang Fijar.

Perang Fijar

Perang Fijar bermula dari peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Barradz bin Qais dari kabilah Kinana kepada ‘Urwa ar-Rahhal bin ‘Utba dari kabilah Hawazin pada bulan suci yang sebenarnya dilarang untuk berperang. Seorang pedagang, Nu’man bin’l-Mundhir, setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke ‘Ukaz, tidak jauh dari ‘Arafat. Barradz menginginkan membawa kafilah itu ke bawah pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga ‘Urwa menginginkan mengiringi kafilah itu. Nu’man memilih ‘Urwa (Hawazin), dan hal ini menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana). Ia kemudian mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil kabilah itu. Maka terjadilah perang antara mereka itu. Perang ini hanya beberapa hari saja setiap tahun, tetapi berlangsung selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah kelebihan korban itu kepada pihak lain. Maka dengan demikian Quraisy telah membayar kompensasi sebanyak duapuluh orang Hawazin. Perang fijar ini terjadi ketika Nabi berusia antara limabelas tahun sampai duapuluh tahun.
Beberapa tahun sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang Fijar itu dengan berkata: “Aku mengikutinya bersama dengan paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu; sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan.”
Perang Fijar itu berlangsung hanya beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan hiburan sepuas-puasnya
Akan tetapi Nabi telah menjauhi semua itu, dan sejarah cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu. Jiwa besarnya yang selalu mendambakan kesempurnaan, itu lah yang menyebabkan dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya ‘yang dapat dipercaya’).
Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia berkata: “Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.” Dan katanya lagi: “Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad.” Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungannya.
Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya. Oleh karena itu, dalam perbuatan dan tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala penodaan nama yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang begitu adanya: Al-Amin. Pada suatu hari ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing ternaknya itu. Tetapi Allah SWT selalu melindunginya, sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.
Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa yang kuat. sehingga orang dapat mengetahui: bagaimana ia memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.

Pernikahan Dengan Khadijah ra

Ketika Nabi itu berumur duapuluh lima tahun. Abu Talib mendengar bahwa Khadijah sedang menyiapkan perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam. Abu Talib lalu menghubungi Khadijah untuk mengupah Muhammad untuk menjalankan perdagangannya. Khadijah setuju dengan upah empat ekor unta. Setelah mendapat nasehat paman-pamannya Muhammad pergi dengan Maisara, budak Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir kafilah itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui Wadi’l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib.
Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah. Setelah kembali di Mekah, Muhammad bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkan. sesudah itu, Maisara bercerita juga tentang Muhammad, betapa halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.
Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia – yang sudah berusia empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy – tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia membicarakan hal itu kepada saudaranya yang perempuan – kata sebuah sumber, atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya – kata sumber lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: “Kenapa kau tidak mau kawin?” “Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan,” jawab Muhammad. “Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta, terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?” “Siapa itu?” Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: “Khadijah.” “Dengan cara bagaimana?” tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy. Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: “Serahkan hal itu kepadaku,” maka iapun menyatakan persetujuannya.
Tak lama kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga Khadijah guna menentukan hari perkawinan. Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum Perang Fijar. Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad. Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapa, suami-istri yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak, dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya kehilangan anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan ibu-bapa semasa ia masih kecil.


read more “Kisah Teladan Rosul”

Teka-teki

Bulu apa yang warnanya kuning semua???


Bulubend

Bisnis apa yang terkenal di Amerika dan seluruh dunia???
Bisnispear

Daun apa yang nggak bias dipegang???
Daun touch me !!

Kenapa meja bagian bawahnya selalu kasar, tidak sehalus bagian atasnya???
Karena bagian bawah meja banyak upil yang udah kering

Dari atas bisa terbang ke bawah, tetapi udah sampe di bawah gak bisa terbang ke atas lagi. Apa itu?
Ya ‘daun’ donk!!!

sambel apa yang ada dipinggir jalan ?
Sambel Ban

kenapa superman bisa terbang.?
kalau bisa nyopir namanya bukan superman tapi sopir..man..!!

Putih kecil, kalo dipukul ngebangunin orang sekampung???
Nasi nempel di bedug

Kenapa anak kucing dan anak anjing suka berantem???
Namanya juga anak-anak!!!

Dikocok, tegang. Hayo apaan???
Ibu-ibu arisan

Ada 5 cicak di plafon. Yang dua lagi duel (smackdown)., yang satu wasit, yang dua lagi jadi penonton. Setelah salah satunya kalah (karena jatuh), ada berapa cicak lagi di plafon???
Habis, karena yang menag diangkat tangnnya ama wasit dan keduanya jatuh juga. Terus penontonnya tepuk tangan.Jatuh juga.

Panjang, keras, mantap, kerjanya masuk-keluar lobang. Apakah itu?
Alu buat numbuk padi

Bendanya kecil, letaknya terselip, memuaskan kalau sudah disentuh jari. Apakah itu?
Upil

Bagaimana cara mencolek cewek supaya sicewek tidak marah?
Mencoleknya jangan sampai kena

Pada seorang lelaki bagian mana yang sering berdiri senidiri?
Kakinya dong

Monyet apa yang nggak boleh puasa?
Jawab: Monyet lagi datang bulan

Anak apa yang paling ganteng?
Jawab: Anak-anak bilang sih gue…hehehehehehe

Kenapa celana dalam superman warnanya merah?
Jawab: Soalnya yang item sudah dipake batman

Orang apa yang ditembak nggak mati?
Jawab: Orang nggak kena..yeeeeeeeeeeee….

Kenapa suku irian/papua memakai koteka?
Jawab: Karena kalau pakai daun pisang ntar dikira lemper

Perbuatan jahat apa yang dikutuk oleh setan?
Jawab: Memperkosa anak setan

Majalah apa yang paling mahal?
Jawab: Bobo ama Gadis

Pintu apa yg di dorong2 sama 10 orang nggak bakal terbuka?
Jawab: Pintu yang ada tulisannya “TARIK”

Lubang apa yang bikin sehat?
Jawab: Lubangun pagi-pagi, telus olahlaga pasti sehat deh…

Kebo apa yang bikin orang capek?
Jawab: Kebogor jalan kaki

Apa perbedaan Kucing sama laki-laki?
Jawab: Kalau Kucing dielus-elus pasti tidur. Kalau Laki-laki
dielus-elus yah jadi ‘bangun’

Kenapa kucing kalo dikejar anjing selalu noleh kebelakang?
Jawab: Soalnya nggak punya kaca spion

Kalo di liat dari jauh ada dua, tapi kalo dari deket cuman satu?
Jawab: Salah liat kali loe

Kalo aku punya pisang 10 trus elo minta 3 sisanya berapa?
Jawab: Tetep 10, soalnya elo enggak gue kasih

Bila gajah jadi ayam, lalu singa jadi ayam,dan kambing jadi ayam. maka ayam menjadi apa?
Jawab: Ayam jadi banyak

Kenapa waktu lampu merah menyala semua kendaraan pada berenti?
Jawab: Karena di remmm

Kenapa robin jadi pembasmi kejahatan?
Soalnya dia ketemu sama batman..kalo ketemunya sama baskin dia bakalan buka toko eskrim

Apa bedanya sepak bola dengan pengantin baru?
Kalau sepak bola masukin dulu baru berpelukan tapi, kalau pengantin baru berpelukan dulu baru masukin.

Apa beda macan dengan wanita???
Kalau macan, ditembak dulu baru tergeletak.
Kalau wanita tergeletak dulu baru ditembak

Apa bedanya ban mobil dengan kondom?
Kalo ban mobil tiba-tiba bocor, nyawa bisa hilang,kalo kondom bocor, nyawa bisa nambah.

Mengapa laki laki lebih keras suara kentutnya daripada perempuan ?
Karena laki-laki punya microfon

Lubang apa yang paling kecil di dunia???
Lubang pantat… angin aja kalo mau lewat mesti menjerit

Benda apa yang kalo dilihat kotak, tapi kalo dipegang bulat?
Lambang OSIS di baju anak SMU cewek

Apaan yang naik turun dibawah puser?
Resleting

Nenek-nenek jatuh di kali, munculnya dimana?
Di koran

Naik apa yang seperti dikejar-kejar burung?
Naik becak, dikejar2 burung tukangnya
Monyet apa yang nyebelin ?
Monyetelin tv kagak bisa, monyetelin radio kagak bisa juga

Kalo ditutup dia akan mengintip, tapi kalo dibuka dia akan marah-marah?
Orang naik becak pada waktu hujan

Kapan sebaiknya kita membuka pintu ?
Kalo pintu tertutup

Kalo kamu di tempat gelap dan dingin dan kamu punya satu korek api. disitu ada obor, lilin, dan kayu bakar. apa yg pertama-tama kamu hidupin?
Korek api dong

Apa yang bulet kecil item, tapi kalo dipencet keluar orangnya?
Bel rumah
read more “Teka-teki”

Tip naik Bajaj (humor)


Kenapa nulisnya pake “j” tidak pake “i” ??

Karena dahulu kala pencetus kendaraan tsb adalah Bang Jaja bukan Bang Jawadi jadi disingkat Bajaj bukan Bajaw
1. Stop bajaj anda dengan tangan jgn dengan senyum manis, gak akan ada yg berhenti.
2. Tawarlah ongkos sesuai dengan tujuan anda jgn pernah anda menawar Tukang Bajaj-nya ato bajajnya!!
3. Cobalah ramah sedikit kepada Tukang Bajaj sebelum menawar,ajak komunikasi sebentar sebelum tanya ongkos,cth: Pagi Pak, dah makan belum?? tadi keluar jam brapa dari rumah?? udah lama narik bajaj?? rute terjauh sampe mana Pak?? dsb….Kalo perlu ajak duduk berdua,ngobrol dibelakang biar supir merasakan juga jadi penumpang. Ini berguna utk mengetahui jam terbang & pengalaman-nya.
4. Jangan pernah minta duduk didepan bareng supir ato didepan bajajnya.
5. Bila bawa Hp, matikan saja,jgn harap anda bisa mendengar dering hp dan bila dipasang vibrate juga percuma krn “Vibrate” bajaj lebih dasyat bisa mungguncang sekujur tubuh anda bahkan
sampai anda turun pun Vibrate Bajaj masih terasa, cukup utk 2 hari.
6. Bila terasa panas didalam, mintalah agar kap bajaj dibuka semua dan banyak anginnya (seperti betjak)
7. Carilah bajaj baru keluaran 2001 dengan stir di kiri (bajaj import) agar lebih cepat sampe tujuan krn sudah dilengkapi dengan asesoris seperti Turbo Boost, Power Window, Central Lock dan
supirnya pake dasi,kemeja + celana Icuk Sugiarto(pendek,sexy)
8. Carilah supir yg pendek agar pemandangan diluar cukup jelas tetapi akan lebih jelas lagi bila tidak ada supirnya.
9. Utk mereka yg pacaran,keuntungan naek bajaj: supirnya tidak dengar perbincangan kita, kelemahannya : pacar kita juga tidak dengar apa yg kita bicarakan jadi gunakan bahasa tubuh selama perjalanan
10.Jgn lupa bawa kertas + pulpen utk tulis alamat jelas serta belokannya bila salah arah,langsung kasih catatannya ato bawa juga toa Mesjid pengeras suara kalo supirnya “Buta Huruf” (begitu
liat huruf langsung buta).
11.Tutup pintu bajaj krn bila terbuka, orang akan mengira anda adalah kenek bajaj.
12.Untuk cukup nyaman, cari bajaj keluaran Blue Bird ato Citra ato HIBA-jaj.
Untuk mereka yg “Bajaj Mania” ato pengguna “Bajaj Sejati” segera periksa pendengaran anda dan tetap control ke THT bila perlu ajak dokter anda naek bajaj bareng sehingga kalian bisa saling control satu sama lain.
read more “Tip naik Bajaj (humor)”

sapu ijuk

Seorang cewek lugu kira-kira 14 tahun diterima bekerja di sebuah pabrik sapu ijuk.


Setelah kurang lebih bekerja selama 1 tahun, dia menghadap bosnya dan mengatakan akan berhenti bekerja dalam dua minggu mendatang. Nah si Bos tidak rela dia mengundurkan diri karena dia ini pekerja yang rajin. Akhirnya si Bos panggil dia ke ruangannya, bertanyalah si Bos:
“Apa alasan kamu mengundurkan diri?” Jawab si cewek: “Tidak apa-apa Pak saya cuma mau berhenti saja”.. Kemudian si Bos menawarkan kenaikan gaji, tapi si cewek menolak.
Si Bos penasaran nih dan bilang sama si cewek: “Kamu enggak mungkin berhenti begitu saja, pasti
karena sesuatu, ayolah beritahu saya…”. “Baiklah Pak jika Bapak memaksa…” jawab si cewek, kemudian dia melepas celana dalamnya lalu menunjuk ke bulu-nya, katanya: “Lihat, sebelumnya saya tidak punya ini, ini tumbuh karena ijuk yang setiap hari saya buat sapu itu”.
Si Bos merasa lucu dengan keluguan anak itu dan kemudian melepas celana dalamnya juga dan menunjukkan bulu miliknya dan berkata: “Nak.. ini alamiah, lihat saya juga punya kok.” Ternyata si cewek kaget bukan main, katanya: “Pak saya harus berhenti sekarang juga, Bapak rupanya
sudah terlalu lama bekerja disini, sehingga bukan hanya ijuknya yang tumbuh tapi gagang sapunya pun sudah mulai tumbuh di badan Bapak”.
read more “sapu ijuk”

Khisnul Khatimah

*"Khusnul Khatimah adalah hujung perjuangan manusia. Manakala perjuangan

terakhirnya berlansung dengan baik, insya Allah ia akan menikmati sisi
terakhir dari kehidupannya di syurga."*

Hidup terasa begitu cepat. Dan waktu secara perlahan-lahan, senantiasa
mengarahkan kita menuju kematian. Satu tahun berlalu berganti dengan dua
tahun dan kian hari usia kita semakin bertambah. Semakin lama kematian itu
semakin mendekat dan manusia tak mungkin lagi dapat menghindarinya. Ibarat
sebuah medan ujian, dunia adalah babak prakualifikasi untuk menentukan siapa
yang layak untuk mendiami istana syurga yang abadi, dan siapa yang pantas
untuk dimasukkan ke dalam bara api neraka.

Detik-detik kematian tak perlu dirisaukan. Orang-orang yang beriman akan
menyambutnya dengan perasaan yang tulus, dari Allah SWT kita berasal dan
kepada-Nya pula kelak kita kembali. Dalam kepastian menjemput kematian
inilah husnul khaatimah menjadi idaman setiap orang mukmin. Karena pada
detik akhir ini semua ditentukan, apakah kita akan menjadi orang yang
bahagia, atau sebaliknya, semua tergantung pada detik-detik akhir ini.
Husnul Khaatimah, merasa enjoy dan happy, bahagia di saat –saat terakhir
kehidupan.

Setiap akhir pastilah ada awalnya. Begitu juga kalau ada husnul khaatimah
itu sesungguhnya tidak hanya pada akhir kematian. Paling tidak ada empat
kali period yang kita jalani.

Pertama, saat keluar dari alam ruh ('*alamul arwaah).* Dari alam ruh, kita
keluar dan masuk ke alam kedua, yang disebut dengan *'alamul arham* (alam
kandungan atau rahim ibu). Ketika dalam kandungan, ada satu masa di mana
Tuhan *"meniupkan"* ruh-Nya kepada Adam yang sebelumnya hanya selonggok
fisik saja.

Tatkala Nabi Adam diciptakan dari tanah liat itu, dia tidak ada apa-apanya.
Nabi Adam tak ubahnya selonggok tanah biasa. Nabi Adam mulai berharga dan
bernilai, setelah Allah SWT meniupkan ruh-Nya itu dan menjadikannya sebagai
*khalifah* (mandataris Tuhan) di bumi. Pada saat itulah kedudukannya
melampaui makhluk spiritual yang ada sebelumnya, termasuk malaikat dan jin.

Di dalam alam rahim, terjadi peristiwa spiritual yang disebut dengan
"perjanjian primordial", yang universal bagi seluruh manusia. Manusia dengan
Tuhannya melakukan kontrak.

*"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-A'raaf :172).*

Apa pun agamanya dan betapa pun kafirnya orang itu kemudian, sesungguhnya ia
mengingkari perjanjian primordial itu dengan Tuhan. Seorang manusia tidak
mungkin keluar ke alam fana (dunia) ini tanpa melalui perjanjian itu.

Terminal yang ketiga adalah *alam fana* (alam sementara). Di sinilah puncak
prestasi manusia harus diperoleh. Dunia ini tempat beramal dan berprestasi
yang menentukan masa depan kita di alam berikutnya. Kalau prestasi amal
ibadah kita baik, maka mulai terminal keempat yaitu alam *barzakh* sampai
terakhir, alam *akhirat* nanti, kita kita akan merasakan efek dan pengaruh
positifnya. Maka di sinilah perlunya kita mengkaji *husnul khaatimah.*

*Husnul Khaatimah* adalah ujung perjuangan manusia. Kalau perjuangan
terakhirnya itu baik, *insyaa Allah* ia akan menikmati sisa terakhir dari
kehidupannya. Menurut Nabi, *"Barang siapa yang mengucapkan
laailaahaillallah di akhir hayatnya (di penghujung pembicaraannya), ia
dijamin masuk surga."*

Apakah hadis ini mengisyaratkan tidak pentingnya shalat, puasa, zakat, atau
haji bagi kita? Bukankah dengan hanya mengafal kalimat
*laailaahaillallah*yang nantinya kita ucapkan menjelang kematian,
sudah cukupkah membuat kita
masuk surga? Tentu saja jawabannya tidak. Persoalannya tidak sederhana
menghafal. Kalimat ini kalimat sakral. Bisa jadi saat ini kita merasa mudah
dan lancar melafadzkannya. Akan tetapi orang yang selalu dilumuri dengan
dosa sepanjang hidupnya, lidahnya takkan sanggup mengucapkan *
laailaahaillallah*. Atau dia punya dosa-dosa tertentu, sehingga lidahnya
kelu untuk mengucapkan kalimat tauhid ini.

Diceritakan, suatu hari Rasulullah mendengar bahwa Al-Qama, salah satu
sahabat dekatnya, mengalami *sakaratul maut,* Rasulullah kemudian mengutus
sahabat-sahabat terbaiknya yang lain untuk membantu *ta'ziyyah* mayitnya.
Alangkah kagetnya para sahabat yang datang pada saat itu. Al-Qama yang
dikenal rajin ikut berjihad bersama Rasulullah, tidak sanggup mengucapkan *
laailaahaillallah,* tetapi kata-katanya lancar, ia memanggil siapa saja.

Bersamaan dengan itu, sahabat segera menghubungi Rasulullah. "Ya Rasul. Ada
sesuatu yang aneh terjadi pada sahabat kita Al-Qama," lapor sahabat. "Apa
yang terjadi padanya?" Tanya Rasulullah. "Sahabat kita, Al-Qama, tidak
sanggup mengucapkan *laailaahaillallaah."* Rasul pun datang menemui Al-Qama,
seraya bertanya, "Apakah kamu mengenalku?" "Saya sungguh mengenalmu ya
Rasulullah!" jawab Al-Qama. "Bacalah *laailaahaillallaah*," kata Nabi.
Berkali-kali Rasulullah menuntunnya, Al-Qama tetap tidak bisa. Mulutnya
terasa terkunci, dan kalimat tauhid ini seakan berat untuk diucapkan.
Anehnya, Al-Qama bisa berkata selain kalimat tauhid itu.

"Tolong panggilkan ibunya," Rasulullah menyuruh sahabatnya. "Ibunya tidak
ada ya, Rasulullah." "Tapi masih hidupkah dia?" Tanya Rasulullah. "Masih
hidup," jawab para sahabat. Diutuslah seorang sahabat untuk memanggil ibu
Al-Qama atas nama Rasulullah. Setelah ibunya datang, Nabi bertanya, "Mengapa
ibu tidak datang, saat anak ibu sakit seperti ini?" "Saya memang belum
sanggup datang ke sini. Sekiranya bukan Rasul yang memanggilku untuk datang,
saya takkan datang," tutur ibu itu lirih. "Kenapa?" Tanya Rasul. "Saya
tersinggung oleh perlakuan anak ini. Semenjak ia kawin, ia tak ingat lagi
untuk mengurusiku. Padahal ia anak satu-satunya." Jawab ibu itu. "kalau
demikian sanggupkah Ibu memaafkan anak Ibu?" pinta Rasul. "Hati saya belum
rela memaafkannya, hatiku terlalu sakit," jawab Ibu itu kemudian. Lalu
Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk mengumpulkan kayu bakar. Tak
lama kemudian, kayu bakar itu bertumpuk di depan Al-Qama. "Untuk apa kayu
bakar itu ya Rasulullah?" Tanya ibu tadi hairan. Nabi menjawab, "lebih baik
api dunia yang membakarya, daripada api neraka yang menyala dan dahsyat
panasnya. Jika engkau tak mau memaafkan anakmu, lebih baik anakmu kami
bakar!" "Jangan!" pekik ibu itu seraya mengucurkan air mata. "Aku memang
benci anakku, tapi tak ingin dia mengalami malapetaka seperti itu. Sudahlah,
aku maafkan anakku," lanjut ibu itu. Begitu kata maaf itu keluar dari mulut
sang ibu, meluncurlah kalimat *laailaahaillallah* dari mulut Al-Qama.
Rasulullah dengan sahabat-sahabatnya serempak melantunkan *innaa lillaahi wa
innaa ilaihi raaji'uun.*

Cerita ini, menggambarkan kepada kita, betapa susahnya meraih *husnul
khaatimah* itu. Tidak sekadar lancar mengucapkannya. Betapapun solehnya
seseorang itu, dia pasti takut menghadapi *sakaratul maut* itu. Mari kita
renungkan masa lalu kita. Gelapkah perjalanan hidup kita? Ataukah justru
sebaliknya? Kita adalah orang paling tahu masa lalu kita sendiri. Berapa
orang yang kita korbankan demi memenuhi kepentingan kita? Berapa orang yang
kita tipu? Berapa orang yang telah kita buat resah? Belum lagi dosa kita
kepada Allah! Ternyata gelapnya masa lalu kita.

Siapa yang tidak takut mati, ketika membayangkan masa lalunya yang sarat
dengan dosa. Kalau Tuhan tidak memaafkannya, apa jadinya kita ini? Mari kita
renungkan siapkah kita menghadapi kematian ini? Apa bekal kita untuk masa
depan kita setelah kematian? Kerana cepat – lambat pasti menjemput kita?

Masalah *husnul khaatimah,* tidak bisa kita ukur dengan ukuran-ukuran
formal. Kadang, tetangga kita yang biasa-biasa saja, mengalami kematian yang
syahdu sembari tersenyum. Sebaliknya, seorang kiai yang perstasi
amalnya-dimata kita-baik sekali, justru menghadapi seksaan yang luar biasa
pada detik-detik ajalnya, bukanlah jaminan bahawa amal tetangga kita yang
biasa-biasa, lebih baik daripada kiai yang soleh itu.

Dalam literatur Islam dikatakan, bisa jadi, orang yang tersenyum saat
menjelang kematiannya, masih ada sisa-sisa kebaikan yang pernah
dilakukannya, tapi setelah itu ia langsung masuk neraka. Sebaliknya, mungkin
masih ada sedikit dosa-dosanya yang diampuni Tuhan, maka, detik-detik
terakhir hidupnya ia diberi kesempatan untuk mencuci dosa-dosa itu, dengan
dibiarkan menderita saat menjemput maut. Sebab, penyakit adalah penghapus
dosa. Rasulullah bersabda, "Orang yang diuji dengan berbagai penyakit,
kemudian orang itu sabar, maka ia akan menghapus dosa-dosa masa lalunya."

Ada beberapa peristiwa yang menurut Rasulullah disebut sebagai pencuci dosa.
Antara lain: seorang perempuan yang melahirkan seorang anak dan meninggal
dalam keadaan masih bayi. *Insyaa Allah* orang itu akan mendapatkan peluang
untuk husnul khaatimah. Atau orang yang melahirkan lalu meninggal. Kita
tidak bisa menentukan orang itu *husnul khaatimah* atau *su'ul khaatimah*. Yang
berhak menilai dan yang tahu persis hanya Allah SWT.

Memang, dalam kitab kuning disebutkan, ciri-ciri orang yang meninggal dalam
keadaan baik, antara lain: mampu mengucapkan kalimah laailaahaillallaah.
Bahkan ada yang ingin meninggal dalam keadaan sujud di depan kebesaran
Tuhan. Kita bisa berdoa untuk meraih *husnul khaatimah.* Kita memohon
dilindungi dari kematian dalam keadaan yang hina dina. Tidak sedikit orang
yang meninggal di tempat pelacuran. Padahal mungkin pada masa lalunya sangat
bagus.

Bagaimana mempersiapkan *husnul khaatimah* itu? Kita tidak bisa mengatur
skenario pada detik-detik kematian kita. Kerana sesungguhnya, *husnul
khatimah* itu diperoleh melalui akumulasi rangkaian panjang amal perbuatan
kita. *

*Wallahu A'lam Bis Shawab.*


read more “Khisnul Khatimah”